Pendiri Pesantren Sunan Drajat Al-Qosimiyyah (PSDQ), KH. Muhammad Munawwir al-Qosimi, M.Ag pada masa kecilnya mendapatkan bimbingan mengaji al-Qur’an dan agama dari ramanda dan ibudan beliau, KH. Muhammad Mawardi dan Almh. Nyai Hj. Hasantun. Setelah itu menuntut ilmu ke beberapa pesantren. Diantaranya
Dalam sehari-hari dipanggil Buya Nawwir ini, setelah menimba ilmu, Secara khusus KH. Abdul Hadi (Ponpes. Banjarwati Paciran Lamongan), berpesan, “Hijrahlah ke Jakarta! Lanjutkan dan bawa nama harum Mbah Sunan Drajat (R. Qosimi), mengingat kamu bernasabkan kepada beliau. Insya Allah kamu akan berhasil dan sukses.” KH. Ahmad Idris Marzuki (pengasuh Lirboyo Kediri ) dan KH. Abdul Hanan Ma’shum (pengasuh Pesantren Miftahul Ulum, Kwagean), menganjurkan untuk hijrah ke Jakarta dengan diijazahi beberapa doa dan dzikir.
Nawwir muda kemudian berhijarah ke Jakarta dengan meyakini firman Allah SWT: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapat di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa ke luar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa’:10)
Untuk sementara waktu tinggal di rumah karibnya sewaktu menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Ustadz H. Ahmad Tsawban (Pancoran Jakakarta Selatan, depan Masjid al-Munawwar)
Setelah beberapa bulan di Jakarta beliau, bertemu dengan guru mursyid beliau, KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi dengan pesan agar bersabar dalam berhijrah dan punya sifat “Shiqu”
Setelah melalui proses panjang Nawwir muda mulai berdakwah di daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat sebagai juru dakwah, guru mengaji al-Qur’an di berbagai instansi se-JABODETABEK dan membuka Majlis Ta’lim Sunan Drajat yang banyak dihadiri jama’ah. Diantara yang pernah mengajai secara langsung kepada beliau adalah Irjen Abu Bakar Nataprawira (Mantan Kadiv Humas Polri dan H. Marsudi Murtodiharjo (pemilik Rs. Sarih Asih)
Setelah menikah, tambah giat berdakwah. Disamping menjadi konsultan spiritual, yang banyak didatangi dari Luar Negeri, seperti Malaysia, Singapore, Perancis dan lain-lain.
Untuk mendirikan PSDQ yang baik dan berkah, beliau mencari-cari tanah di Bogor (Bogor atau Kranggan). Berdasarkan istikhoroh KH. Abdul Hannan Ma’shum.
“Yang di Kampung Tajur Pemagarsari Bogor Bogor itulah yang akan membawa keberkahan, ” kata KH. Abdul Hannan Ma’shum.
Beliau akhirnya membeli rumah di desa ini dan pada tanggal 1 Muharram 1429 (9 Januari 2008) rumah ditempati. Setelah beberapa hari diajaklah istri beliau, Nyai Hj. Lia Suraedah, M.Pd dan putra beliau, Gus Muhammad al-Qosimi (Gus Am).
Di rumah baru ini diselenggarakan TPQ al-Qosimiyyah dan seminggu sekali di diselenggarakan Majlis Dzikir dan Majlis Ta’lim yang banyak dihadiri kaum ibu.
Ramanda KH. Muhammad Mawardi dan ibunda Almh. Nyai Hj. Hasanatun yang tinggal di Gresik menganjurkan Nawwir muda membeli tanah dari uang sendiri yang bisa digunakan sebagai basis awal untuk melanjutkan perjuangan datuk beliau, Sunan Ampel dan Sunan Drajat
Nawwir muda kemudian membeli tanah seluas 1000 M2 di sebelah utara rumah beliau dengan jarak + 100 M dan diatasnamakan Ramanda beliau, KH. Mawardi dan kemudian diwakafkan untuk Pesantren Sunan Drajat Al-Qosimiyyah
Pada tahun 2009 bersama istri, beliau menunaikan ibadah haji dan senantiasa bermunajat kepada Allah SWT di hajar aswad, multazam, hijir Ismail, Roudhah, Mihrab Rasulullah Saw dan lainnya agar dimudahkan untuk memperjuangkan agama Allah SWT
Setelah menunaikan Haji, dianjurkan oleh Ramanda beliau untuk memulai mendirikan bangunan di atas tanah wakaf pada hari jum’at legi, tanggal 12 Robi’ul Awal 1413 (25 Pebruari 2010) dan dari uang sendiri. Bangunan tersebut beliau beri nama “PENDOPO SUNAN DRAJAT”. Pada tanggal dan tahun inilah yang dijadikan hari jadi PSM-QP. Ramanda menyampaikan wasiat dan ijazah dari keluarga Sunan Drajat dan Sunan Ampel, agar berdakwah melalui pesantren.
Di Pendopo inilah beliau mulai menyampaikan ta’lim dan dakwah ala leluhur beliau, SUNAN DRAJAT dan SUNAN AMPEL. Mulai dari pagi hingga malam hari. Dimulai dengan belajar membaca al-Qur’an dari tingkat anak-anak hingga MANULA.
Setiap Malam di Pendopo Sunan Drajat ini dihadiri banyak jamaah dari usia 30 tahun hingga 70 tahun untuk belajar al-Qur’an dan mendapatkan bimbingan ibadah. Bahkan seringkali dihadiri oleh jamaah dari Tangerang, Bekasi , Depok, Bogor, Palembang dan luar negeri, Malaysia dan Singapore untuk mendapatkan ilmu dan pegangan hidup agar selamat di dunia dan akhirat dan di doakan oleh beliau bersama para santri yang banyak terdiri dari anak dari ANAK YATIM-PIATU DAN DHUAFA dan para santri lainnya
Nama beliau bahkan sudah sampai ke Paris, terbukti dengan hadirnya para wartawan dari Paris Perancis, Kevin, Kenan dan John. Lama kelamaan beliau lebih akrab dipanggil Buya Nawwir
Pada bulan Mei 2011,PSDQ menjapatkan kunjungan guru beliau, KH. Abdullah Kafabihi, dan beliau memerintahkan agar membuat sekolah. Pada bulan itu juga, didirikanlah SMP Islam Terpadu Al-Qosimiyyah
Silsilah Pendiri
(15) Muhammad Munawwir al-Qosimi bin (14) Muhammad Mawardi bin (13) Muhammad Mudhor bin (12) Muhammad Zahid bin (11) Abdul Karim (nama istri Nyai Amirah bin Raden Jamilun bin Kanjeng Sepuh Sedayu) bin (10) Abdul Qoh-har bin (9) Darus bin (8) Qinan (Sunan Kuning) bin (7) Ali Mas’udi bin (6) Ahmad Rifa’i bin (5) Bisyri bin (4) Ahmad Dahlan bin (3) Muhammad Ali bin (2) Abdul Hamid bin (1) Shiddiq/Ja’far Shodiq/Sunan Sepat Madu bin Sunan Drajat, R.Qosim (nama istri : Ratna Ayo Condrosekar) bin Sunan Ampel, R. Rahmatullah (nama istri Ratna Ayu Manila) bin Ibrahim Asmoroqondi (nama istri: Ratna Ayu Asmorowati) bin Jumadil Kubro (nama Istri : Fathimah binti Sultan Muhammad I Dinasti Utsmaniyyah, Turki)
Berikut adalah istilah untuk trah keturunan dalam Bahasa jawa :
Keturunan ke-1. Anak
Keturunan ke-2. Putu, dalam bahasa Indonesia disebut “cucu”
Keturunan ke-3. Buyut, dalam bahasa Indonesia disebut “cicit”
Keturunan ke-4. Canggah
Keturunan ke-5. Wareng
Keturunan ke-6. Udhek-Udhek
Keturunan ke-7. Gantung Siwur
Keturunan ke-8. Gropak Senthe
Keturunan ke-9. Debog Bosok
Keturunan ke-10. Galih Asem Keturunan ke-11. Gropak waton
Keturunan ke-12. Cendheng
Keturunan ke-13. Giyeng
Keturunan ke-14. Cumpleng
Keturunan ke-15. Ampleng
Keturunan ke-16. Menyaman
Keturunan ke-17. Menya-menya
Keturunan ke-18. Trah tumerah