Aqidah Sunan Ampel
Admin PSDQ, Sabtu, 7 Juni 2025 11:55 WIB
Pendahuluan
Sunan Ampel, atau Raden Rahmat, adalah salah satu dari Walisongo yang sangat berperan penting dalam meletakkan dasar keislaman di tanah Jawa pada abad ke-15. Beliau bukan hanya seorang da’i dan ulama besar, tetapi juga seorang pendidik, reformis sosial, dan peletak nilai-nilai tauhid yang kuat di tengah masyarakat yang saat itu masih sarat dengan kepercayaan animisme, dinamisme, dan sinkretisme Hindu-Buddha.
Memahami aqidah Sunan Ampel adalah suatu kebutuhan yang sangat penting di era modern. Bukan hanya karena beliau adalah salah satu tokoh sentral dalam Islamisasi Jawa, tetapi juga karena aqidah yang beliau ajarkan mencerminkan Islam yang murni, toleran, berakar kuat pada Al-Qur’an dan Sunnah, dan relevan sepanjang zaman.
1. Latar Belakang Aqidah Sunan Ampel
Aqidah yang diajarkan oleh Sunan Ampel merujuk pada Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dengan fondasi utama dalam ajaran tauhid murni seperti yang diajarkan oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Aqidah ini menghindari ekstremisme dalam memahami sifat-sifat Allah, serta menekankan keseimbangan antara akal dan wahyu.
Beliau lahir di negeri Champa (Thailand), dan menimba ilmu di Mesir dan Makah. Kemungkinan besar beliau juga mendapat pengaruh dari pusat-pusat Islam dar Maroko, Turki, Mesir, dan Uzbekistan yang saat itu telah berkembang menjadi pusat aqidah dan tasawuf Sunni. Oleh karena itu, pemikiran beliau merupakan sintesis antara keilmuan timur tengah klasik dan kearifan lokal Nusantara. Beliau bukan dari keluarga Ba’alawi, Yaman
2. Ciri-Ciri Aqidah Sunan Ampel
a. Tauhid yang Tegas dan Murni
Sunan Ampel menolak segala bentuk kesyirikan, perdukunan, dan penyembahan selain Allah. Dalam pengajaran beliau, tauhid adalah fondasi utama, bahkan sebelum syariat ditegakkan. Beliau selalu mengajarkan kalimat Lā ilāha illallāh sebagai pintu awal masuk Islam yang hakiki.
b. Menolak Bid’ah Dholalah, Tapi Bijaksana Terhadap Budaya Lokal
Beliau sangat selektif terhadap budaya. Bukan berarti beliau membabat habis tradisi lokal, melainkan menyaringnya melalui mizān syar’i (timbangan syariat). Tradisi yang bertentangan dengan tauhid seperti sesajen, tumbal, dan perantara jin dihapuskan. Namun tradisi sosial seperti kenduri, selamatan, dan tahlilan diselaraskan dengan niat ibadah dan doa.
c. Aqidah yang Melahirkan Akhlak
Bagi Sunan Ampel, aqidah yang tidak menumbuhkan akhlak hanya akan menjadi pengetahuan kering. Itulah sebabnya beliau mengajarkan aqidah dalam bentuk keteladanan dan pembiasaan. Para murid beliau dilatih bukan hanya dalam hal i’tiqad, tapi juga dalam berperilaku jujur, sabar, kasih sayang, dan istiqamah.
d. Tasawuf Sebagai Jiwa Aqidah
Sunan Ampel juga dikenal sebagai tokoh yang membawa tasawuf Sunni ke dalam dakwahnya. Tasawuf beliau adalah tasawuf yang berlandaskan syariat, bukan tasawuf bebas yang tidak terkendali. Dalam tasawuf beliau, maqam-maqam seperti taubat, wara’, zuhud, sabar, dan syukur diajarkan kepada para santri agar aqidah tidak hanya berhenti di lisan, tapi meresap dalam hati dan tindakan. Beliau pengikut Thoriqoh Naqsyabandiyah dan Kubrowiyah
3. Strategi Sunan Ampel dalam Mengajarkan Aqidah
a. Melalui Pesantren
Sunan Ampel mendirikan pesantren Ampel Denta di Surabaya, yang menjadi pusat dakwah Islam dan pengajaran aqidah. Tanah pesantren sekitar 15 Hektar, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Abu KH.M. Munawwir al-Qosimi. Di sinilah muncul tokoh-tokoh besar seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Raden Patah, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati dan lain-lain. Pendidikan dilakukan secara sistematis dan berjenjang. Di Pesantren ini beliau mengajarkan kitab “Budiyah (Bidayatul Hidayah), Tafsir al-Jalalain, Kitab Ihya Ulumiddin. Ini berdasarkan kitab “Syaikhul Majnun”, yang ditulis oleh Sunan Drajat.
b. Melalui Pergaulan dan Dakwah Kultural
Beliau sangat bijak dalam berdakwah. Alih-alih menyerang keyakinan masyarakat secara frontal, beliau menyusupkan nilai-nilai tauhid ke dalam simbol dan budaya yang sudah akrab dengan masyarakat. Misalnya, menyisipkan doa dalam tembang-tembang, dan mengubah simbol-simbol animisme menjadi simbol-simbol Islam.
c. Membangun Akidah Umat Lewat Perubahan Sosial
Sunan Ampel juga mendorong aqidah melalui reformasi sosial. Beliau dikenal menolak pernikahan yang tidak sesuai syariat, memperjuangkan keadilan sosial, dan mendorong umat Islam menjadi pemimpin yang adil dan amanah. Beliau ide “Kafalah Yatim (Orang tua asuh Yatim)
4. Relevansi Aqidah Sunan Ampel di Era Modern
a. Melawan Syirik Modern
Di zaman modern, bentuk syirik telah berubah: dari menyembah berhala menjadi menuhankan materi, kekuasaan, teknologi, bahkan hawa nafsu. Aqidah Sunan Ampel tetap relevan dalam memurnikan keimanan umat di tengah sekularisasi.
b. Menyatukan Umat dalam Moderasi
Beliau adalah pelopor Islam wasathiyah (moderat). Aqidah beliau menyatukan golongan tradisional dan modern, salafi dan sufistik, dengan pendekatan yang hikmah. Ini sangat penting untuk meredam konflik sektarian di era digital saat ini.
c. Menanamkan Spirit Keilmuan dan Kepemimpinan
Dengan basis aqidah yang kuat, Sunan Ampel melahirkan generasi pemimpin dan intelektual yang menguasai agama sekaligus peka terhadap problem sosial-politik. Ini sangat dibutuhkan oleh generasi santri hari ini agar bisa tampil sebagai solusi bagi bangsa.
5. Penutup: Meneladani Aqidah Sunan Ampel, Menjadi Muslim Paripurna
Memahami aqidah Sunan Ampel bukan hanya mengenal sejarah, tapi menghidupkan warisan spiritual yang telah terbukti sukses membangun peradaban Islam di Nusantara. Aqidah beliau adalah fondasi yang kokoh, namun penuh kasih; tegas terhadap kemungkaran, namun lembut terhadap umat.
Di tengah zaman penuh tantangan dan kegamangan identitas, kita sebagai generasi pewaris Walisongo memiliki tanggung jawab besar: menghidupkan kembali semangat aqidah Sunan Ampel dalam dakwah, pendidikan, dan perjuangan umat Islam di Indonesia.